Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Asmaus Sittah Menurut Kitab Alfiyah Ibnu Malik

 Di dalam kitab alfiyah ibnu malik terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang bab Asmaus Sittah. Di mana Asmaus Sittah bisa memiliki tanda I’rob seperti rofa’, jar atau nashob. Sebagaimana tertulis di dalam nadhoman berikut 

وَارْفَعْ بِــوَاوٍ وَانْصِبَنَّ بِالأَلِفْ ¤ وَاجْرُرْ بِيَاءٍ مَا مِنَ الأَسْمَا أَصِفْ

Artinya 

"Rofa’kanlah dengan wawu nashobkanlah dengan alif dan majrurkan dengan huruf ya’ di dalam kalimat isim yang saya sifati,"

مِنْ ذَاكَ ذُو إِنْ صُحْبَةً أَبَانَا ¤ وَالْفَــــــمُ حَيْثُ الْمِيْمُ مِنْهُ بَانَا

Artinya 

"Dari dzu yang bermakna suhbah (memiliki) dan famu dengan syarat dipisahkan dari mimnya "

أَبٌ آخٌ حَـــمٌ كَـــذَاكَ وَهَـــنُ ¤ وَالْنَّقْصُ فِي هذَا الأَخِيْرِ أَحْسَنُ

Artinya

"Dari abun, akhun, hamun dan hunna, memberi I’rob naqish pada lafadz akhir itu hukumnya lebih baik"

وَفِي أَبٍ وَتَـالِيَيْهِ يَنْـــدُرُ ¤ وَقَصْرُهَا مِنْ نَقْصِهِنَّ أَشْهَرُ

Artinya

"Sedangkan lafadz abun dan dua lafadz yang mendampinginya jika dii;rob naqish itu hukumnya langka (Nadzir) mengqoshornya itu lebih mashur dari naqish"

وَشَرْطُ ذَا اْلإعْرَابِ أَنْ يُضَفْنَ لاَ ¤ لِلْيَــا كَــجَا أَخُــوْ أَبِيْـــكَ ذَا اعْـــتِلاَ

Artinya

"Asmaus Sittah bisa dii’rob dengan huruf dengan syarat bisa diidhofahkan dan idhofahnya kepada selain ya’ mutakallim seperti lafadz jaa akhu abiika dza’tila."

Berikut Penjelasan menurut ustadz hamdani sidogiri di dalam kitab Marji’us Salik pernadhoman.

Nadhoman pertama. dijelaskan yang dimaksud dengan qoul nadhim maa minal asmaai asif adalah asmaus shittah, apabla rofa’ dengan huruf wawu, apabila nashob dengan huruf alif, apabila jar dengan huruf ya’.

Di antara asmaus sittah itu adalah dzu yang bermakna shohibun (orang yang mempunyai)  seperti kalimat berikut 

  1. جَاءَذُوْمَالٍ Artinya telah datang orang yang mempunyai uang
  2. رَأَيْتُ ذَامَالٍ Artinya saya telah melihat orang yang mempunyai uang
  3. مَرَرْتُ بِذِى مَالٍ Artinya saya dilewati oleh orang yang mempunyai uang

Nadhoman Kedua Apabila lafadz dzu tersebut tidak bermakna shohibun, maka dzu tersebut tidak termasuk asmaus sittah, seperti contoh kalimat berikut yang mana huruf dzunya dimabnikan sukun atas huruf wawu. Seperti kalimat 

جَاءَذُوْقَامَ

رَأَيْتُ ذُوْقَامَ

مَرَرْتُ بِذُوْقَامَ

Dan termasuk asmaus sittah adalah faamun, apabila huruf mimnya sudah dibuang seperti kalimat  

هَذَافُوْكَ, رَاَيْتُ فَاكَ , نَظَرْتُ اِلَى فِيْكَ Apabila mimnya tidak dibuang maka tidak termasuk asma’ush shittah, kemdian I’robnya memakai harokat seperti هَذَا فَمُكَ، رَاَيْتُ فَمَكَ، نَظَرْتُ اِلَى فَمِكَ .

Penjelasan Nadhoman Ketiga

Termasuk asmaus sittah yaitu lafadz abu, akhun, hamun dan hannu, tetapi bagi yang akhirnya hanu lebih baik memakai I’rob naqish (rofa’ memakai dhommah, nashob memakai fathah, jar memakai kasroh) maka lebih baik dibaca hadza hanuka (هَذَا هَنُكَ ) daripada hadza hanuuka (هَذَا هَنُو ْكَ ). Demikian lafadz roaitu hanaka (رَاَيْتُ هَنَكَ ), lebih baik daripada roaitu hanaaka (رَاَيْتُ هَنَاكَ ) dan marortu bihanika (مَرَرْتُ بِهَنِكَ ) lebih baik daripada marortu bihaniika (مَرَرْتُ بِهَنِيْكَ )

Penjelasan Nadhoman Keempat

Lafadz abun, akhun dan hamun itu sedikit dilakukan I’rob naqish, yang dilakukan I’rob itmam seperti rofa’ memakai huruf wawu, nashob memakai huruf alif dan jar memakai huruf ya’. I’rob qoshr bagi Lafadz akhun abun dan hamun itu rofa’ nashob dan jar memakai alif). Contoh I’rob qoshr adalah seperti kata sya’ir 

اِنَّ اَبَاهَا وَاَبَا أَبَاهَا قَدْ بَلَغَافِى الْمَجْلِسِ غَايَتَاهَا

Contoh I’rob Naqish 

بِأَبِهِ ا قْتَدَى عَدِيٌّ فِى الْكَرَمِ وَمَنْ يُشَابِهْ اَبَهُ فَمَا ظَلَمْ

Penjelasan Nadhoman Kelima

Asmaus Sittah di I’robi harus menetapi beberapa syarat 1, harus mudhof, 2) harus mudhof kepada selain ya’ mutakallim. 3) harus mukabbar (tidak ditasghir) 4) harus mufrod (tidak dijama’kan atau ditasniyahkan)

Mengecualikan apabila, : 1) Tidak Mudhof nahwu hadza abun (هَذَا اَبٌ ) maka di I’robi dengan harokat, 2)mudhof kepada ya’ mutakallim hadza abiy (هَذَا اَبِى ) maka juga di I’robi dengan ya’ muqoddaroh. 3) ditasghir nahwu hadza abii zaidin ( هَذَا اَبِىُّ زَيْدٍ ) maka juga di I’rob dengan harokat. 4) dijama’kan nahwau : haa ulaa I abaa uz zaidiina (هَؤُلآءِ اَبَاءُ الزَيْدِيْنَ ) maka juga di I’robi dengan harokat atau ditasniyahkan, nahwu : هَذَانِ ابَوَا زَيْدٍ, maka di I’robi dengan I’robnya isim tasniyah.

Kesimpulan :

Maka dari nadhoman kitab alfiyah ibnu malik dan penjelasan dari Ustadz hamdani as sidogiri dapat difahami bahwa asmaus sittah berisi enam huruf, yaitu dzu, famu, abu, akhun, hamu dan hannu. Adapun asmaus sittah bisa mendapatkan I’rob rofa’, I’rob NAshob dan I’rob Jar, dengan tanda berupa huruf wawu, alif dan ya’.

Posting Komentar untuk "Penjelasan Asmaus Sittah Menurut Kitab Alfiyah Ibnu Malik"

ِِِArtikel Pilihan:



Contoh Soal Simple Past Pilihan Ganda dan Jawabannya

close